Wednesday, November 14, 2007

Adakah Hak Perempuan Untuk Punya Anak

Adalah pasangan Inggris Howard Johnson dan Natalia Evans yang pergi ke Paris tahun 1999. Di depan menara Eiffel, Howard berlutut meminta Natalia untuk hidup bersamanya. Sungguh mesra. Lima tahun kemudian giliran Natalia yang berlutut meminta Howard mengizinkannya membesarkan embrio mereka dalam rahimnya. Mengapa Natalia harus berlutut? Kisah ini sangat menarik karena menyangkut keadilan sesuai etika kedokteran bercampur dengan rasa kemanusiaan.

Bayi tabung, In Vitro Fertilisation
Setahun setelah hidup bersama, Natalia terindikasi mengidap kanker rahim. Sebelum menjalani terapi kanker yang kemudian tidak memungkinkan Natalia untuk memproduksi sel telur, pasangan tersebut memutuskan untuk melakukan In Vitro Fertilisation (IVF) dimana enam buah sel telur terakhir Natalia dan sperma Howard disatukan di luar rahim. Hasilnya adalah enam buah embrio yang sampai saat ini masih dibekukan dan masih tersimpan di salah satu kota di Inggris. Mengapa embrio itu belum ditanam?

Berpisah: Howard vs. Natalia
Enam bulan setelah menjalani IVF pasangan tersebut berpisah. Baik Natalia maupun Howard kini sudah punya pasangan baru. Namun kasus embrio itu telah menjadi headline selama bertahun-tahun di Inggris. Ini karena Howard membatalkan persetujuannya atas embrio itu. Dia tidak setuju embrio yang berasal dari spermanya ditanam dalam rahim Natalia. Mereka memajukan kasus ini ke pengadilan Inggris dan tahun 2004 diputuskan bahwa Natalia kalah. Natalia tidak putus asa, dia naik lagi ke Pengadilan Tinggi HAM Eropa.

Menurut Natalia, dia dan pasangan barunya ingin membesarkan anak dari embrio itu. Tentu saja Howard yang merupakan ayah biologisnya dapat mengunjungi dan berkomunikasi dengan anak itu. Menurut Howard, dia tetap berhak membatalkan penggunaan spermanya karena sebelum embrio itu ditanam, mereka dalam status bukan pasangan lagi dan dia tidak ingin punya ikatan finansial dan emosional dengan Natalia melalui anak itu. Dia juga tidak ingin anaknya dibesarkan tanpa tahu siapa bapak biologisnya.

Kecil, tapi kemungkinan tetap ada
Ada masalah lain. Walaupun pengadilan memenangkan Natalia, hanya ada 60-70% kemungkinan embrio yang sudah dibekukan sejak tahun 2001 bisa hidup dan ditanamkan ke rahim Natalia. Jika embrio itu sukses ditanamkan, hanya ada 20% Natalia bisa betul melahirkan bayi tersebut dengan selamat. Jadi, memang kecil kemungkinan embrio itu lahir selamat menjadi bayi. Tetapi kemungkinan kecil itu tetap ada menurut Natalia.
Sebenarnya, Natalia tetap bisa menjadi ibu jika menyatukan sperma pasangan barunya dengan sel telur dari orang lain karena dia sendiri sudah tidak bisa memproduksi sel telur sendiri. Kemungkinan lain adalah mengadopsi anak. Tapi Natalia berkeras ingin punya anak dari sel telurnya sendiri.

Hak laki-laki dan hak perempuan
Apakah hak Natalia untuk memiliki anak dan hak Howard untuk tidak mau memiliki anak bisa diabaikan? Apakah embrio yang masih punya kemungkinan hidup itu harus dimatikan saja karena sang ayah tidak mengizinkannya hidup?

Bulan Maret 2006 pengadilan tinggi HAM Eropah memenangkan Howard karena menurut hukum kedua pasangan harus masih dalam persetujuan sebelum embrio itu ditanamkan di rahim ibunya. Secara hukum dan etika putusan ini sangat masuk akal, tetapi pasti ada rasa iba juga terhadap Natalia. Natalia akan naik banding lagi ke pengadilan Juri Tertinggi Eropah. Tapi ia juga masih terus berlutut mengharap iba dari Howard.

Diringkas dari BBC dan Telegraph UK
Submitted by mia on Mon, 2006-04-10 11:44
http://www.ppigroningen.nl/node/180

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home