Wednesday, November 14, 2007

Komersialisasi Sperma dan Sel Telur

Awal tahun ini, Negara bagian Arizona mengesahkan Undang-Undang yang melarang perempuan menjual sel telurnya. Pelanggar Undang-Undang, baik si penjual maupun si pembeli, akan terkena denda USD 1500 ditambah 1 tahun kurungan. Meskipun dilarang menjualnya, Undang-Undang ini tetap mengizinkan perempuan menjadi donor sel telur (tanpa penggantian uang) untuk keperluan penelitian. Tapi ini hanya bisa dilakukan sekali seumur hidup. Bagaimana reaksi perempuan terhadap Undang-Undang ini?


Proses Jual Beli

Jual beli sel telur dan sperma sudah bukan hal yang asing lagi di negara-negara maju. Konon seorang perempuan bisa menerima sampai USD 24,000 untuk enam kali sumbang sementara laki-laki bisa punya penghasilan paling sedikit USD 35 sekali sumbang. Seorang laki-laki bahkan bisa secara rutin menyumbang tiga kali sebulan dan mendapat uang maksimal USD 900 per bulan. Sungguh, ini jumlah yang menggiurkan.


Hak perempuan dan keperluan riset

Banyak kalangan, terutama perempuan yang membutuhkan uang, menganggap Undang-Undang ini merugikan mereka. Salah seorang anggota Dewan, Linda Lopez, mengatakan tidak adil jika hukum membolehkan laki-laki menjual spermanya tetapi melarang perempuan menjual sel telurnya.


Di lain kesempatan, ketua Dewan Etika Institut Teknologi Sel Manusia di Massachusetts mengatakan larangan memberikan pembayaran bagi donor sel telur akan menghambat kemajuan dibidang kedokteran. Perempuan menjadi donor bukan hanya karena kebaikan hatinya tetapi juga ditopang dengan motivasi uang. Jika mereka tidak mendapat kompensasi yang cukup, pastilah hanya sedikit perempuan yang datang menyumbang dengan sukarela. Untuk memanen sel telur, seorang donor harus disuntik hormon. Pemanenan itu dilakukan dengan memasukkan jarum besar ke dalam vagina untuk mengambil sel telur yang keluar dari ovarium tepat pada saat awal ovulasi.


Hak laki-laki dan potensi bahaya bagi perempuan

Anggota Dewan yang tidak setuju merujuk tidak konsistennya Undang-Undang ini dengan upaya persamaan hak lai-laki dan perempuan. Jika laki-laki boleh bebas menjual spermanya dan mendapat uang dari itu, mengapa ini tidak berlaku untuk perempuan?


Menurut Bob Stump, anggota Dewan yang juga penggagas Undang-Undang ini, pemerintah berniat melindungi perempuan. Prosedur pemanenan sel telur dianggap dapat membahayakan kesehatan karena dapat memicu kanker ovarium, apalagi jika dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan uang. Melalui jual beli ini, lembaga penelitian dan laboratorium juga ditenggarai berpotensi mengeksploitasi perempuan yang membutuhkan uang. Pemanenan sperma, dilain pihak, sama sekali tidak berbahaya. Dengan jenaka Bob mengatakan bahwa menyeberang jalan mungkin lebih berbahaya bagi laki-laki daripada menyumbangkan spermanya.


Menurut Linda Lopez, ini tidak benar. Laki-laki yang menyumbang sperma harus menyadari bahwa suatu waktu mereka bisa saja dituntut oleh pengadilan untuk menanggung biaya hidup bagi anak biologisnya, terutama jika sang anak dalam keadaan membutuhkan. Artinya, salah juga jika dikatakan bahwa laki-laki tidak punya resiko apa-apa ketika menyumbang sperma. Namun Linda juga tidak menyangkal bahwa jual beli sel telur lebih berbahaya daripada jual beli sperma. Sel telur yang dibeli oleh pihak laboratorium dapat disalahgunakan untuk keperluan kloning manusia. Bahaya ini tidak terdapat pada komersialisasi sperma.


Inggeris sudah lebih dulu melarang

Larangan komersialisasi sel telur sudah lebih dulu diundangkan di Inggeris, yaitu pada akhir tahun 2003. Sebelumnya, perempuan bisa menjual sel telurnya atau boleh tukar guling sel telur dengan perawatan bayi tabung, In Vitro Fertilisation (IVF). Caranya, perempuan tersebut harus dua kali memanen sel telurnya: satu untuk disumbangkan kepada laboratorium untuk keperluan riset dan satu lagi untuk perawatan IVF dirinya sendiri. Dengan menyumbangkan sel telurnya, ia akan mendapat potongan pembayaran.


Diringkas dari Capitol Media Service, San Francisco Chronicle, BBC

Submitted by mia on Wed, 2006-04-19 11:59.

http://www.ppigroningen.nl/node/188

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home