Thursday, November 15, 2007

Koninginnedag di Groningen

Hari Minggu biasanya dipakai untuk beristirahat. Hari Minggu yang dingin dengan hujan yang deras sangat cocok bagi warga Groningen untuk melepas lelah. Apalagi sehari sebelumnya tenaga terkuras untuk merayakan Koninginnedag, berpesta pora sampai pagi. Tapi ada beberapa pelajar Indonesia yang juga merayakan Koninginnedag 30 April lalu dengan caranya sendiri. Semalam suntuk mempersiapkan makanan untuk umat yang menghadiri ibadah di Gereja Martini.


Kerjasama dengan pihak Pastoraat

Kegiatan di Gereja Martini itu adalah inisiatif beberapa pelajar Indonesia dengan pihak Groningen Studenten Pastoraat (GSP) yang dikoordinasikan oleh Bapak Jaap Beintama. Pak Bein, begitu panggilan akrabnya, pernah bekerja di Universitas Padjajaran dan sampai saat ini masih peduli dengan Indonesia. Pada bulan Februari yang lalu, Pak Bein mengadakan orasi di Gereja Martini untuk mengumpulkan dana untuk Pesantren Misykatul Anwar, Cimahi, Jawa Barat. Terkumpul 200 Euro untuk disumbangkan ke Cimahi. Bukan jumlahnya, tetapi kepedulian Pak Bein dan umat Gereja Martini itu patut dihargai.
Permintaan sumbangan dari JombangSebagai tanda terima kasih, beberapa pelajar ingin membuat penganan khas Indonesia untuk umat di gereja tersebut. Setelah beberapa kali berkomunikasi, diputuskan untuk mengadakan acara makan-makan setelah misa pada tanggal 30 April 2006.


Selama persiapan berlangsung, ada salah seorang alumni pelajar Groningen yang mengirim permintaan sumbangan ke PPI Groningen. Dialah Bahrul Fuad, biasa dipanggil Cak Fu, sekarang bekerja di Universitas Surabaya. Sumbangan ini untuk biaya pendidikan dua orang anak SD yang cacat - Sita dan Eni - di Jombang, Jawa Timur. Sita dan Eni kakak beradik yang cerdas namun terancam tidak bisa melanjutkan sekolah karena kesulitan biaya. Cak Fu sendiri cukup dikenal semasa bersekolah di Groningen karena aktif di berbagai kegiatan, meskipun harus berjalan di atas kursi roda.


Makan-makan dan menyumbang

Permintaan sumbangan ini kemudian dikoordinasikan lagi dengan Pak Bein dan pihak GSP. Akhirnya disepakati untuk menyediakan makanan kecil untuk 200 orang. Makanan akan disiapkan berikut brosur kecil tentang Sita dan Eni di Surabaya. Sambil menikmati penganan khas Indonesia, umat di Gereja itu juga diimbau untuk meringankan beban orang tua Sita dan Eni.


Bukan itu saja, Pak Bein juga punya usul lain. Jika kebetulan ada kelebihan makanan, maka itu akan diantar ke rumah bagi para gelandangan (daklozen) yang namanya Ommerlanderhuis. Klop sudah! Wujud terima kasih ini kemudian bisa jadi berkah bukan hanya bagi orang Indonesia dan Belanda yang ada di gereja Martini tetapi juga bagi Sita dan Eni di Jombang, serta para gelandangan di Belanda.


Lancar dan memuaskan

Jamuan makan disambut sangat hangat oleh orang Belanda. Tidak biasanya, sesudah misa ada berbagai makanan, apalagi ini adalah makanan khas buatan pelajar Indonesia. Keluarga Harry dan Mia membuat pisang goreng resep Belanda (pakai keju, susu dan kismis) dan lemper ayam, keluarga Ismail dan Agnes bikin peyek kacang, dan keluarga Patrick dan Opi mempersiapkan martabak asin. Hm ... enak!


Misa di hari Minggu itu hanya dihadiri sekitar 70 orang, jadi banyak sekali kelebihan makanan. Sebagian dibawa pulang oleh umat dan sebagian lagi diantarkan langsung ke Ommerlanderhuis yang kebetulan letaknya dekat Gereja Martini. Sumbangan yang terkumpul dihitung bersama. Jumlahnya, 200 Euro dan 1 sen. Kata Pak Bein, 1 sen itu adalah bonus dari Tuhan.

Itulah salah satu cara merayakan Koninginnendag di Groningen. Mudah-mudahan bisa menjadi kunci kecil yang membuka pintu besar persahabatan Indonesia dan Belanda.

http://www.ranesi.nl/tema/belanda/pengalaman_di_belanda050826/koninginnedag_groningen060626

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home