Wednesday, November 14, 2007

Makna Sebuah Kartu Natal

Beberapa saat menjelang Natal tahun lalu kami tiba-tiba punya ide cemerlang untuk berkenalan secara tidak langsung. Caranya adalah dengan mengirim kartu Natal. Kami sepakat untuk membeli sepuluh kartu Natal dan menuli skan nama-nama kami dan negara asal kami.


Gezellig

Aku dan suamiku indekos di Beijum, sebelah Utara Groningen. Kami menyewa kamar dari keseluruhan satu rumah khusus untuk kos-kosan mahasiswa. Selain kami, ada juga teman orang Indonesia dan seorang Afrika yang menyewa kamar di rumah itu.


Rumah kos kami itu terletak di kawasan perumahan orang-orang Belanda, yang umumnya terdiri dari keluarga muda. Hanya rumah kami satu-satunya rumah yang penghuninya kulit berwarna. Kebetulan kami adalah penghuni pertama rumah kos itu. Sebelum kami, penghuninya adalah orang Belanda yang kemudian menjual rumah itu kepada orang Vietnam, bapak kos kami. Tapi bapak kos kami tidak tinggal bersama kami. Dia punya rumah sendiri di Groningen.


Tinggal di Beijum sangat menyenangkan walaupun jaraknya dari kampus cukup jauh. Suasananya aman dan bernuansa pedesaan. Pertokoan juga dekat dengan rumah kami. Gezellig, begitu ungkapan bahasa Belandanya. Artinya, nyaman.


Tak Punya Waktu

Satu-satunya yang mengganjal adalah kami belum mengenal tetangga-tetangga kami. Karena kesibukan kuliah, hubungan kami dengan tetangga hanya sebatas “ hoi, hai, hallo, morgen ” ketika berpapasan di jalan. Bagi kami, sulit sekali mencari waktu yang tepat untuk memperkenalkan diri dan memulai hubungan yang lebih akrab. Baik kami maupun tetangga-tetangga kami sama-sama sibuk. Tapi sebagai orang Indonesia risih juga rasanya. Masa’ sudah tinggal di daerah itu berbulan-bulan tapi belum kenal dengan tetangga. Keterlaluan kan? Padahal kata orang bijak, tetangga adalah keluarga terdekat.


Walaupun sering bertemu pandang dan saling tersenyum, saya yakin mereka pasti bertanya-tanya siapa gerangan orang-orang berkulit berwarna ini. Dalam lingkungan serba Belanda, kehadiran orang kulit berwarna tentu cukup mencolok. Saya sendiri tidak yakin jika mereka tau bahwa kami ini adalah mahasiswa. Maklum, biasanya mahasiswa mencari pondokan dekat kampus, bukan di Beijum. Bisa jadi mereka justru menyangka kami ini pekerja asing di Groningen.


Kartu Natal

Beberapa saat menjelang Natal tahun lalu kami tiba-tiba punya ide cemerlang untuk berkenalan secara tidak langsung. Caranya adalah dengan mengirim kartu Natal. Kami sepakat untuk membeli sepuluh kartu Natal dan menuliskan nama-nama kami dan negara asal kami. Tak lupa kami informasikan bahwa kami adalah mahasiswa asing. Kartu tersebut kami masukkan ke kotak pos sepuluh tetangga terdekat. Di amplopnya kami hanya menuliskan alamat karena tidak tahu nama mereka.


Sungguh tidak disangka-sangka. Hanya berselang satu hari dari saat pengirimannya, kami sudah menerima kembali sepuluh kartu Natal balasan dari tetangga-tetangga kami itu. Mereka juga menuliskan namanya. Berkat kartu Natal, kami sekarang tahu nama tetangga kami dan, demikian pula sebaliknya, mereka juga tahu nama kami.


Sekarang jika bertemu, kami bisa menyapa sambil menyebut namanya. Kartu yang kecil ternyata bermakna besar karena sudah menjadi pembuka hubungan akrab dengan warga Belanda tetangga kami.

http://www.ranesi.nl/tema/belanda/pengalaman_di_belanda050826/makna_kartu_natal060320

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home