Thursday, November 15, 2007

Tit for Tat: balas-membalas tanpa ujung

Peristiwa kartun Rasulullah di Denmark membuahkan reaksi keras dari kalangan Islam. Banyak yang mengaitkan ini dengan clash of civilization. Barat yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi harus berhadapan dengan Islam yang menjunjung tinggi agama.
Kebebasan berekspresi sendiri memang sudah menjadi agama baru bagi Barat. Konon, tidak ada topic yang tabu untuk diekspresikan dan disikapi. Tapi apa betul begitu? Ah, rasanya kok tidak ya. Di Barat sangat tidak boleh lho mengolok-olok orang cacat. Padahal di lain tempat, ini tidak masalah. Buktinya, mantan presiden kita Gus Dur juga pernah diolok-olok karena cacat mata yang dideritanya.

Di lain pihak, akidah Islam bagi umat Islam adalah sempurna dan tidak tabu untuk dikomentari. Salman Rusdhi, Theo van Gough dan mungkin masih banyak lagi yang lain adalah penulis-penulis yang ekstrimis kebebasan berekspresi. Mereka sangat sinis terhadap Islam. Namun, banyak yang berpendapat bahwa fatwa mati bagi ekstrimis seperti ini hanya akan merugikan, bukannya menguntungkan, Islam. Fatwa mati sebenarnya dulu juga dipakai oleh gereja untuk melindungi diri terhadap pandangan yang berseberangan.

Tapi kalau sejarah agama Kristen di masa lalu bersimbah darah, apakah Islam juga harus mengulangnya? Sejarah berulang! Ah ... siapa bilang hanya Islam yang mengulang sejarah? Perang Vietnam juga merupakan tamparan bagi Amerika, namun ia tetap saja bersikuku mengulangnya dengan menyerbu Afghanistan dan Iraq. Sekarang lagi siap-siap cari pembenaran untuk menyerbu Iran. Apakah dalam ketidaksempurnaannya, manusia memang harus hidup dengan mengulang kesalahannya? Wallahualam.

Kembali ke topik utama. Tit for tat.

Karena tau letak sensitivitasnya, Barat yang usil senang menggelitik Islam, mengutarakan pendapat yang dianggap oleh banyak umat Islam sebagai menginjak2 kehormatan Islam.
Reaksi di beberapa negara Islam adalah aksi turun ke jalan dan merusak hak milik orang lain. Padahal bagi Barat, membakar bendera, merusak kedutaan dianggap menginjak2 kehormatannya.

Barat tahu Islam paling tidak suka agamanya dikomentari. Ini yang justru dilakukannya. Di lain pihak, umat Islam di beberapa negara tau bahwa kekerasan, anarki dan pengrusakan paling tidak disukai oleh Barat. Tapi ini yang justru dilakukan. Barat menginjak-injak kehormatan umat Islam dengan penerbitan kartun Rasulullah. Umat Islam balas menginjak-injak kehormatan Barat dengan menyerang kedutaannya. Setelah kedutaannya dibakar, Barat kembali lagi menerbitkan kartun itu. Umat Islam marah lagi dan membakar lagi kedutaan. Begitu terus-menerus. Tit for tat. Kapan kira-kira ini berakhir? Berapa dalam lagi kepedihan hati umat Islam dan berapa banyak kerusakan hak milik akibat clash of civilisation ini. Wallahualam. Kalau begini, mungkin lebih tepat untuk dikatakan sebagai clash of uncivilisation.

Wassalam,
Mia

Notabene:
Penggambaran Barat yang melukai Islam adalah Barat ekstrim yang atas nama kebebasan berekspresi tega membangun opini public yang buruk terhadap Islam. Penggambaran Islam yang atas nama kecintaan terhadap agama tega bertindak anarkis dan merusak hak milik orang lain adalah Islam yang ekstrim. Diantara kedua ekstrim tersebut, ada yang moderat. Masih banyak orang Barat yang tetap mengusung kebebasan berekspresi yang bertanggungjawab. Masih banyak juga umat Islam yang tidak setuju dengan kekerasan, pengrusakan dan pertumpahan darah. Semoga Barat yang ekstrim dan Islam yang ekstrim ini tidak banyak jumlahnya. Semoga yang banyak justru yang moderat yang bisa memotret masalah secara utuh dan adil. Dunia tempat kita berpijak ini hanya satu. Didalamnya ada 6 milyar jiwa yang begitu beragam. Semoga 6 milyar jiwa ini bisa mencari format terbaik untuk hidup berdampingan dengan damai. Amin ya Robbal alamin.

Submitted by Palmira Bachtiar on Sun, 2006-02-19 20:30
http://cafe.degromiest.nl/node/255

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home