Thursday, November 15, 2007

Antara utang dan kutang

Judulnya kok eye-catching (baca: vulgar) ya! Salah-salah bisa terkena RUU APP nih! Tapi karena utang dan kutang kan sama-sama fakta hidup, harusnya mereka bisa dibahas apa adanya. Manusia, keluarga, organisasi, perusahaan, negara ... semuanya pengguna utang. Sementara itu, begitu juga perempuan (dan bencong atau transvesteit) adalah konsumen kutang. Tapi apa sih perlunya berutang dan berkutang?

Utang: perlukah?
Masih ingat cerita utang dibayar kutang ala Siti Nurbaya? Gara-gara terjerat utang, anak gadis digadaikan. Malang nian. Nenekku almarhumah bilang, orang miskin jangan berutang karena tidak mungkin bisa membayar utangnya (kecuali menang lotere!). Solusi bagi orang miskin adalah menahan hawa napsunya. Waduh, nenekku belum ketemu Muhammad Yunus, penggagasnya Grameen Bank!

Alam berpikir nenekku sangat sederhana: jauhi utang karena berutang tidak membuatmu kaya. Nenekku betul, beliau merujuk pada utang konsumsi. Orang yang berutang untuk membeli barang-barang konsumsi (makanan, baju, sepatu) akan sulit sekali membayar utangnya. Terkecuali kalau yakin bentar lagi terima gaji. Tapi utang seperti itu hanya sekedar gali lobang tutup lobang. Ia tidak bikin orang jadi kaya, malah bisa-bisa tambah miskin kalau bunganya besar. Jadi betul kata nenekku, utang konsumsi meningkatkan kepuasan tapi tidak meningkatkan pendapatan.

Namun nenekku juga salah. Sekarang ini jamannya orang berpikir, kalau bisa pakai uang orang (utang), kenapa harus pakai uang sendiri? Ya, sah-sah saja berutang kalau itu untuk investasi (seperti contoh Grameen Bank, Proyek P4K, dll). Di tingkat makro, negara berutang untuk membangun bendungan. Bendungan meningkatkan produksi pertanian. Produksi pertanian meningkatkan pendapatan rakyat. Jika pendapatan meningkat, negara bisa menarik lebih banyak pajak. Pajak itu dipakai negara untuk membayar utang dan untuk bikin investasi lain. Begitu seterusnya. Jadi dengan berutang orang bisa jadi lebih makmur.

Tapi apakah utang untuk beli makanan, pakaian dan sepatu termasuk utang konsumsi atau untuk investasi? Orang beli makanan supaya kenyang dan bisa jual tenaga. Orang yang profesinya jualan jasa harus beli baju dan sepatu supaya gayanya meyakinkan dan jualannya laku. Jadi, kadang-kadang definisi barang produktif dan konsumtif bisa kabur.

Kutang: tidak perlukah?
Pernah dengar slogan “burn your bras”? Ini slogan jaman 1960-1970an, awal kebangkitan women liberation di Amerika Serikat. Dikala itu, perempuan merasa dirinya harus dinilai dari otaknya, bukan dari penampilannya. Filsafatnya adalah kutang dianggap oleh kaum feminist kiri (sekiri-kirinya) itu sebagai kosmetik untuk mempercantik diri. Karenanya, ia adalah belenggu dan dikte terhadap perempuan.

Hanya saja, logika dibalik itu menjadi tanda tanya besar (setidaknya buat saya). Pertama, sulit membayangkan apa yang terjadi kalau betul perempuan-perempuan ke kantor tanpa kutang. Pasti, pekerjaan kantor terbengkalai karena orang (baik laki-laki maupun perempuan) akan sibuk membicarakan “penampilan” para perempuan. Kalau pekerjaan terbengkalai, kantor bangkrut dan harus PHK, siapa yang rugi? Kedua, apa iya kosmetik adalah belenggu terhadap perempuan? Bisa iya, contohnya dahulu kala di daratan China, perempuan disuruh memakai sepatu kecil sejak muda. Ini supaya kaki mereka tetap kecil. Kaki yang kecil sangat menarik karena ketika berjalan perempuan itu akan berlenggak-lenggok secara alami. Contoh lain, model baju Cinderella jaman Victoria di Eropah. Tapi itu kejadian jaman kuda gigit besi. Jaman sekarang, banyak (sekali) perempuan yang suka (sekali) pakai kosmetik, suka operasi plastik, dll. Artinya, itu keputusannya pribadi, tidak ada yang mendiktenya. Ketiga, kutang bukan hanya berfungsi untuk kecantikan tapi juga kesopanan. Kaum feminist bisa saja menuduh kutang sebagai dikte, tapi dikte untuk kesopanan bagus adanya. Sama saja dengan dikte membuka topi kalau masuk rumah orang atau dikte untuk pamit kalau mau pulang.

Masalahnya justru adalah: sekalipun untuk kesopanan, apakah kutang harus dipakai selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun (hiperbolis deh!). Harusnya tidak. Apalagi konon ada hubungan antara lamanya memakai kutang setiap harinya dan resiko terkena kanker payudara. Nah lho! Mungkin ini sebabnya, perempuan Papua ga kena kanker payudara ... hehehe

Ya udah. Gitu aja. Intinya, hanya mau nulis tentang utang tapi biar seru tambahin dikit dengan cerita tentang kutang.

Salam,
mia *)
*) sedang berutang (pada Ponky dan mbak Indah)

Submitted by mia on Mon, 2006-07-10 15:26
http://www.ppigroningen.nl/node/224

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home