Thursday, November 15, 2007

Kecil dan sepele untuk semua

Beberapa tahun yang lalu, saya berkesempatan berkenalan dengan salah seorang warga pedalaman Nusa Tenggara Timur. Namanya, Vincent. Dia datang ke Jakarta untuk protes terhadap pelaksanaan salah satu proyek pertanian di NTT. Proyek ini adalah proyek penanaman jambu mete yang didanai oleh organisasi tempat saya bekerja. Jambu mete merupakan komoditi yang sangat cocok untuk wilayah kering dan tandus. Semakin kering dan tandus, semakin banyak produksinya. Aneh ya?

Menurut pengakuan Vincent, proyek jambu mete telah masuk ke wilayah adat dimana masih ada perseteruan antara warga dan pemerintah daerah. Menurut ketentuan yang berlaku, proyek tidak boleh dilaksanakan sebelum perseteruan ini selesai. Namun, nampaknya pemerintah daerah dikejar oleh target proyek dan mengambil jalan pintas: langsung menanam di wilayah itu. Jelas saja, warga marah dan terjadilah kontak fisik yang menyebabkan salah seorang warga meninggal dan lainnya luka-luka.

Kasus ini tidak pernah sampai ke Jakarta jika Vincent tidak berani datang menemui kami. Saya tidak ingin bercerita tentang bagaimana kasus ini diselesaikan. Saya ingin mengenang Vincent, sosok warga pedalaman NTT yang sangat unik.

Vincent datang ke Jakarta setelah melalui perjalanan darat dan laut selama hampir seminggu. Dia datang dengan pakaian adat, bekal uang pas-pasan. Luar biasa! Yang sungguh mengagumkan adalah seumur hidupnya dia tidak pernah memakai sendal dan sepatu. Katanya, kakinya sudah kebal panas dan dingin. Ke Jakarta, bertemu pejabat tinggi di kantor besar pun, telanjang kaki.

Saya bertanya padanya, “Pak Vincent tidak takut kaki Pak Vincent tertusuk duri?” Vincent tertawa. Katanya, “Bu, sejak kecil ayahku punya kebiasaan baik. Dia selalu menyingkirkan beling dan duri yang kebetulan ada di jalan. Menurut ayahku, kalau kita menjaga agar beling dan duri tidak melukai orang lain, maka yakinlah bahwa ada yang akan melindungi kaki kita dari beling dan duri”. Betul adanya. Ayah Vincent belum pernah terluka kakinya akibat beling dan duri. Kebiasaan itu diturunkannya kepada Vincent.

Saya tertegun. Betul juga. Membersihkan jalan dari beling dan duri adalah sesuatu yang sangat sepele. Tapi siapa yang tau itu bisa menyelamatkan hidup orang lain? Beling dan duri bisa membuat kaki luka, infeksi dan tetanus. Jadi, bisa menyebabkan kematian. Siapa yang tau jika ternyata Vincent dan ayahnya sudah menyelamatkan banyak sekali nyawa? Wallahualam!

Vincent dan ayahnya tidak pernah peduli, nyawa siapa yang mereka selamatkan. Bisa saja itu adalah nyawa musuh mereka dalam kasus tanah adat itu. Tapi itu tidak penting. Siapapun harus dibantu agar tidak terluka oleh beling dan duri. Kebaikan yang kecil dan sepele untuk semua orang inilah yang justru menyelamatkan kaki mereka. Jauh dari pedalaman NTT, saya merenung. Ah … seandainya saya bisa setulus Vincent!

http://ismailfahmi.org/wp/archives/81

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home